Kamis, 09 Februari 2012

Sekali Lagi Mengenai PDB dan Kemiskinan

Selain saya ada orang yang vokal mengkritik pendapatan per kapita. Orang tersebut adalah Johanes Lim, PhD, CPC, CHt. Berikut ini saya kutipkan tulisan Johanes Lim, PhD, CPC, CHt, yang ditulis di Kompasiana 7 Februari 2012 [http://m.kompasiana.com/post/sosbud/2012/02/07/jebakan-statistik-kemiskinan-orang-miskin-berkurang/]


Statistik yang dilakukan dan disampaikan pihak Pemerintah mengatakan bahwa tingkat kemiskinan (orang miskin) terus menurun setiap tahunnya; terakhir "hanya" di angka 31.500.000 orang saja.
Pertumbuhan ekonomi kita juga sangat baik ditahun 2011, sebesar 6,5%.
Total PDB (produk domestik bruto) kita juga terus meningkat; ditahun 2011 mencapai Rp.7.427,1 triliun, atau sekitar US$850 miliar.
Income per-kapita juga mantab. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pendapatan per kapita  masyarakat Indonesia sepanjang 2011 mencapai Rp.30,8 juta atau sekitar US$3.542,9. Angka ini naik sekitar Rp.3,7 juta dibandingkan setahun sebelumnya sebesar Rp.27,1 juta.

PERTANYAANNYA ADALAH:
Apakah hasil survey yang dilakukan oleh BPS itu benar ataukah tidak?
Jika jawabannya adalah, "Benar", maka pertanyaan selanjutnya ialah: Realistis ataukah tidak?
SEBELUM KITA MENJAWAB ATAU MENDEBAT, sebaiknya kita samakan dulu persepsi, definisi, metodologi dan parameter kita:
Pendapatan perkapita adalah besarnya pendapatan rata-rata penduduk di suatu negara. Pendapatan perkapita didapatkan dari hasil pembagian pendapatan nasional suatu negara dengan jumlah penduduk negara tersebut. Pendapatan perkapita juga merefleksikan PDB per kapita.
Pendapatan perkapita sering digunakan sebagai tolok ukur kemakmuran dan tingkat pembangunan sebuah negara; semakin besar pendapatan perkapitanya, semakin makmur negara tersebut.
PDB (Produk Domestik Bruto), diartikan sebagai nilai keseluruhan semua barang dan jasa yang diproduksi dalam setahun
Populasi penduduk Indonesia terhitung 31 Desember 2010 mencapai 259.940.857. Jumlah ini terdiri atas 132.240.055 laki-laki dan 127.700.802 perempuan.
Rumus umum untuk PDB dengan pendekatan pengeluaran adalah:
PDB = konsumsi + investasi + pengeluaran pemerintah + (ekspor - impor)

Nah, setelah kita sepakat dengan definisi dan angka angka, maka saya akan "melemparkan"makalah untuk bahan renungan kita; apakah benar (sungguh, senyatanya) bahwa Income perkapita setiap rakyat Indonesia adalah Rp.30.800.000,- setahun; atau Rp. 2.566.666,- sebulan; atau Rp.85.555,- sehari ???

Jika benar, maka memang benar bahwa rakyat dan negara kita telah menjadi jauh lebih makmur dibandingkan tahun tahun manapun juga sebelumnya; dan perlu kita ucapkan "SELAMAT!" kepada Pemerintah dan segenap jajarannya.

Namun supaya adil, saya akan menyampaikan data yang telah dipublikasikan dibawah ini.
Berikut daftar 40 orang terkaya di Indonesia yang dirilis Forbes Rabu, 23 November 2011.
Hanya mereka 40 ORANG SAJA, nominal kekayaannya sudah mencapai TOTAL US$84,57 milyar; atau Rp.769.587.000.000.000,- (tujuh ratus enam puluh sembilan triliun lima ratus delapan puluh tujuh miliar Rupiah)
1. R Budi dan Michael Hartono (US$ 14 miliar)
2. Susilo Wonowidjojo (US$ 10 miliar)
3. Eka Tjipta Widjaja (US$ 8 miliar)
4. Low Tuck Kwong (US$ 3,7 miliar)
5. Anthoni Salim (US$ 3,6 miliar)
6. Sukanto Tanoto (US$ 2,8 miliar)
7. Martua Sitorus (US$ 2,7 miliar)
8. Peter Sondakh (US$ 2,6 miliar)
9. Putera Sampoerna (US$ 2,4 miliar)
10. Achmad Hamami (US$ 2,2 miliar)
11. Chairul Tanjung (US$ 2,1 miliar)
12. Boenjamin Setiawan (US$ 2 miliar)
13. Sri Prakash Lohia (US$ 1,7 miliar)
14. Murdaya Poo (US$ 1,5 miliar)
15. Tahir (US$ 1,4 miliar)
16. Edwin Soeryadjaya (US$ 1,35 miliar)
17. Kiki Barki (US$ 1,3 miliar)
18. Garibaldi Thohir (US$ 1,3 miliar)
19. Sjamsul Nursalim (US$ 1,22 miliar)
20. Ciliandra Fangiono (US$ 1,210 miliar)
21. Eddy Wiliam Katuari (US$ 1,2 miliar)
22. Hary Tanoesoedibjo (US$ 1,19 miliar)
23. Kartini Muljadi (US$ 1,15 miliar)
24. TP Rachmat (US$ 1,140 miliar)
25. Djoko Susanto (US$ 1,040 miliar)
26. Harjo Sutanto (US$ 1 miliar)
27. Ciputra (US$ 950 juta)
28. Samin Tan (US$ 940 juta)
29. Benny Subianto (US$ 900 juta)
30. Aburizal Bakrie (US$ 890 juta)
31. Engki Wibowo dan Jenny Quantero (US$ 810 juta)
32. Hashim Djojohadikusumo (US$ 790 juta)
33. Soegiarto Adikoesoemo (US$ 770 juta)
34. Kuncoro Wibowo (US$ 730 juta)
35. Muhammad Aksa Mahmud (US$ 710 dollar)
36. Husain Sjojonegoro (US$ 700 juta)
37. Sandiaga Uno (US$ 660 juta)
38. Mochtar Riady (US$ 650 juta)
39. Triatma Haliman (US$ 640 juta)
40. Handojo Santosa (US$ 630 juta)

Dan perlu diingat, bahwa data angka diatas HANYA UNTUK 40 ORANG TERKAYA SAJA (yang diduga angkanya segitu); belum yang tidak dipublikasikan;
dan belum termasuk entah BERAPA PULUH RIBU ATAU RATUS RIBU ORANG LAGI yang tidak dicantumkan Forbes (perhatikan: keluarga Cendana tidak ada satupun yang tercantum;
apakah mereka kurang cukup kaya? Atau memang tidak mau disurvey?)
Mungkin pula ada berapa JUTA ORANG LAGI yang masuk kategori kaya raya namun "low profile" (mungkin karena menghindari petugas pajak ataupun KPK)

MAKSUD JOHANES LIM mengungkapkan data publik diatas adalah mau MENGINGATKAN PEMANGKU KEKUASAAN agar jangan terlena!
Jangan merasa sudah berhasil mengurangi angka kemiskinan!
Jika penghasilan rakyat jelata, rakyat yang kadang berpenghasilan dan kadang tidak, DIGABUNGKAN DENGAN PENGHASILAN PARA TRILIUNER DAN MILYARDER kita, dan kemudian DIBAGI DENGAN POPULASI PENDUDUK, maka tentu saja income perkapita menjadi tinggi!
Namun INCOME PERKAPITANYA SIAPA??
Inilah yang saya maksudkan dengan JEBAKAN STATISTIK: kelihatannya ilmiah, intelek, metodologik, NAMUN MENYESATKAN! Dan jauh dari realita.

Kenyataan, realita, fakta, mencari uang susahnya bukan main; masih ditambah dengan melambungnya harga harga; kok berani dibilang angka kemiskinan terus menurun dan kemakmuran terus meningkat?
Maaf, yang berkurang itu ORANG MISKIN (karena mati bunuh diri atau lapar) dan BUKAN KEMISKINAN!

JEBAKAN STATISTIK seperti diatas bukan hanya terjadi diinstansi Pemerintah seperti BPS; namun juga di Lembaga Survey profesional (independen) untuk politik, ekonomi, bisnis, dsb

Sesungguhnya masih ada beberapa argumen yang ingin saya sampaikan untuk membuktikan bahwa data yang dipublikasikan adalah "jauh panggang dari api"; namun karena sudah terlalu panjang, ya sudah, saya akhiri dulu
Johanes Lim, Ph.D, CPC, CHt
Management Consultant, Author
Social Politic Observer
http://www.johanesliminternational.com
http://www.presiden-ri.com


Demikian kutipan saya. Baik melalui Twitter maupun Facebook saya telah memberi catatan atau tambahan. Berikut ini perlu saya sampaikan catatan dan info tambahan sebagaimana pernah saya singgung di FB maupun Twitter saya. 

1. Angka pendapatan per kapita diperoleh dengan cara membagi PDB dengan jumlah penduduk, istilah dibagi di atas BUKAN berarti bahwa pendapatan orang-orang kaya telah dibagi-bagikan kepada orang lain. Jadi kalau dikatakan pendapatan per kapita kita Rp 30,8 juta per tahun bukan berarti semua orang (termasuk anak-anak dan lansia)  pendapatannya adalah Rp 30,8 juta per tahun. Tulisan Johanes Lim dan tulisan saya sudah sang jelas. Itulah yang disebut jebakan statistik. Di blog ini saya sudah mengkritik kelemahan konsep PDB dan pertumbuhan PDB, artikel  saya (Hani Putranto) itu termasuk 10 besar yang populer di blog ini dari waktu ke waktu. 

2. PDB berkaitan dengan pendapatan dalam setahun bukan aset. Aset diperoleh karena adanya pendapatan yang tidak dikonsumsi untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari atau dengan kata lain adanya aset karena adanya kelebihan pendapatan. Karena PDB hanya menyinggung pendapatan maka hal itu tidak cukup informatif untuk mengelola suatu perekonomian.  Apalagi sebagian besar pendapatan adalah pendapatan individual atau pendapatan orang per orang yang dijumlahkan. Ini jelas tidak memadai untuk mengelola ekonomi publik. Semua aset individu adalah liabilitas bagi publik. Dibutuhkan informasi mengenai aset dan liabilitas publik yang disajikan dalam apa yang disebut Rekening T baik rekening T pemerintah maupun society yang disajikan terpisah. Untuk pemerintah sudah ada, untuk society mungkin harus dibuat, sebuah tantangan menarik bagi profesi akuntan maupun yang sedang menyiapkan tesis akuntansi, silakan lihat makalah saya di PUSTEP UGM. <a href="http://www.ekonomikerakyatan.ugm.ac.id/My%20Web/sembul22.htm"> Bioekonomi, Ekonomi Masyarakat, dan Kependudukan </a>
Secara deduktif-logis dapat dihipotesakan bahwa bila aset publik sama dengan liabilitasnya maka sistem ekonomi yang berjalan sudah mampu membayar kewajibannya yaitu: laba, gaji, bunga, dan jaminan sosial (pendidikan, kesehatan, food stamps/ketahanan pangan, jaminan pensiun bagi lansia). 

3. Kalau PDB meningkat bukan berarti pendapatan semua orang meningkat. Sebagai contoh meski pertumbuhan PDB tahun 2011 adalah 6,5%, pendapatan saya tahun 2011 lebih rendah dibanding tahun 2010 atau dengan kata lain pendapatan saya turun.

4. Ukuran PIT saya usulkan untuk mengganti  pertumbuhan PDB. PIT adalah angka yang menjadi ukuran peningkatan kesejahteraan rakyat. PIT menunjuk persentase individu atau rumah tangga yang berhasil meningkatkan kekayaannya atau penghasilannya. PIT 100% berarti semua orang semakin kaya atau semakin sejahtera. Semakin besar PITnya berarti semakin baik perekonomian rakyat.


Maksud tulisan saya di atas pada dasarnya adalah sebagai sebuah koreksi dan peringatan agar PDB dan  angka pertumbuhan PDB tidak lagi dipakai sebagai pedoman kesejahteraan rakyat. Ekonom seharusnya punya tanggung jawab moral dan sosial atas penderitaan rakyat dan kebenaran.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar