Kamis, 25 Agustus 2011

Yesus dan Amerika Serikat

Sikap Partai Republik di Amerika Serikat yang anti pajak mengingatkan saya pada suatu kisah di dalam Injil Matius yaitu Matius 17:24-27 ketika Yesus dan murid-murid-Nya tiba di Kapernaum. Ketika itu datanglah pemungut bea bait Allah kepada Petrus dan menanyakan apakah gurunya tidak membayar bea. Dalam ayat 25 dikatakan "...Dan ketika Petrus masuk rumah, Yesus mendahuluinya dengan pertanyaan:'Apakah pendapatmu, Simon? Dari siapakah raja-raja di dunia ini memungut bea dan pajak? Dari rakyatnya atau dari orang asing?' Jawab Petrus:'Dari orang asing!' Maka kata Yesus kepadnya:'Jadi bebaslah rakyatnya...."

Tentu maksud Yesus tidak berarti bahwa kita boleh membebankan pajak atau derma pada rakyat kecil. Bahkan di dalam suatu peristiwa mengenai persembahan janda miskin (Lukas 21:1-4), bukan berarti Yesus menyuruh orang miskin berbuat seperti itu. Dalam peristiwa itu Yesus mengapresiasi jerih payah orang kecil, tidak ada kata-kata sebelumnya (Lukas 20:45-47) bahwa Yesus menyuruh janda miskin berbuat seperti itu. Mengapresiasi jerih payah orang miskin sehingga orang miskin itu memperoleh kelegaan atau ringan bebannya secara psikologis, adalah pekerjaan yang memang seharusnya dilakukan Mesias, dan itu dilakukan Yesus. Maksud Yesus tentu agar orang-orang kaya membagikan harta dengan persentase yang lebih banyak lagi sehingga mereka yang miskin menjadi ringan bebannya. Keberanian Yesus mengingatkan atau mengkritik orang-orang kaya memang patut dipuji. Mungkin karena tersentuh dengan kotbah Yesus yang membela haknya sebagai janda, maka janda itu memberi persembahan yang besar secara persentase. Yesus pasti mengerti matematika bahwa yang menjadi ukuran adalah persentase bukan angka nominal.

Kritik Yesus dan sabda-Nya yang mengingatkan orang kaya, bertebaran dalam Injil. Bahkan orang yang dianggap paling kaya dalam sejarah Israel yang pendapatannya 666 talenta emas (lebih dari Rp 6,66 triliun) per tahun juga dikritik-Nya (bdk Lukas 12:27, menurut hemat saya pribadi, ayat Yohanes 10:8 secara tidak langsung juga mengkritik raja itu).

Suatu kesejahteraan publik tidak mungkin terselenggara tanpa pendapatan publik yang memadai yang berasal dari pajak, derma, dan daur ulang kekayaan individu. Di dalam negara feodal tradisional (kerajaan) pajak menjadi pendapatan kelompok bukan publik. Di dalam negara demokrasi modern, pendapatan pajak bisa dianggap pendapatan publik di suatu teritori kalau hal itu taat pada asas biososioekonomi. Krisis hutang di AS dan Eropa saat ini seharusnya menyadarkan orang bahwa Yesus benar dengan sabda-Nya:"Juallah hartamu...." Biososioekonomi memberikan penjelasan yang ilmiah tentang hal itu. Biososioekonomi membutuhkan profesi akuntan dan aktuaris untuk bisa diimplementasikan secara nyata, selain adanya orang atau institusi yang mengingatkan pentingya pendapatan publik.

Memang di dalam masyarakat Amerika ada orang seperti Bill Gates yang membagikan hartanya, namun pendapatan publik itu tidak akan menjadi aset publik kalau salah kelola karena tidak memperhatikan asas biososioekonomi di mana semua milik individu adalah liabilitas bagi publik secara makro.

Kita yang terpanggil untuk bekerja di ladang TUHAN di divisi kesejahteraan umum baik di ranah state atau society di seluruh dunia yang notabene hidup di abad masehi seharusnya menyadari tanggung jawab kita. Semoga TUHAN memberkati kita semua.

Artikel Terkait
Krisis Global. Jangan Menyerah pada Pemilik Modal Apalagi yang Termasuk Kategori Triple Six
Surat Terbuka untuk Presiden Obama (dan Amerika)
...Saya Berharap Barat Bertobat

Rabu, 17 Agustus 2011

Sebuah Refleksi Tentang Kemerdekaan Bersama

Setiap tanggal 17 Agustus kita merayakan hari kemerdekaan kita. Dalam perayaaan kali ini di tengah aneka ekspresi, tidak ada salahnya kita hening sejenak untuk merenung dan larut dalam suatu refleksi tentang suatu kemerdekaan bersama.

Di dalam hidup berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat di alam kemerdekaan politik ini kadang kita temui saudara-saudara kita atau mungkin malah diri kita sendiri yang merasa belum merdeka. Kadang kita jumpai secara langsung atau kita lihat melalui berita media massa saudara-saudara kita yang anaknya tidak bisa sekolah karena kendala biaya, buruh migran di luar negeri yang tidak dilindungi, komunitas keagamaan yang tidak bisa menjalankan ibadahnya, dan sebagainya.

Di dalam hidup memang kemerdekaan atau kebebasan satu pihak atau satu entitas bisa menyebabkan ketertindasan pihak lain. Hal itu terjadi antara lain karena kodrat alam yang terbatas, salah satu tanda bahwa alam ini terbatas adalah kematian, kalau tidak ada kematian (sementara kelahiran tetap ada) maka pertumbuhan penduduk akan berjalan secara eksponensial. Memang kita tidak menutup mata adanya pihak tertentu yang berjiwa menindas atau sangat bernafsu menjadikan orang lain sebagai bawahannya atau sebagai subordinatnya. Suatu kemerdekaan bersama adalah dambaan semua orang karena dengan itu kita semua bebas merdeka.

Namun kemerdekaan bersama menuntut kita untuk memahaminya agar kita bisa berperan mewujudkannya atau memperjuangkannya, minimal tidak menyebabkan pihak lain tertindas. Penindasan kadang terjadi karena kesengajaan, kadang terjadi karena ketidak sengajaan. Ketidaksengajaan terjadi karena ketidaktahuan. Bahkan orang saleh pun karena ketidaktahuannya bisa menyebabkan pihak lain tertindas atau membiarkan penindasan sementara ia sendiri sebenarnya memiliki kuasa untuk memerdekaan orang lain itu. Untuk merdeka bersama kita memerlukan pengetahuan dan pencerahan.

Dalam beragama atau berkeyakinan, Pancasila adalah suatu contoh di mana umat beragama bisa merdeka bersama bebas beribadah atau berdoa menurut keyakinannya masing-masing. Oleh karena itu perlu diingat filosfi dan dasar negara kita Republik Indonesia yaitu Pancasila yang seharusnya menjadi rumah yang nyaman bagi kita bersama.

Sementara itu kita tidak bisa mengabaikan kehidupan sosial ekonomi setelah kita merdeka secara politis dari penjajahan asing. Bahkan kemerdekaan dalam bidang sosial ekonomi sangat penting, karena selain menyangkut hajat hidup orang banyak juga menyangkut kebutuhan mendasar seperti pangan, papan, sandang, pendidikan dan kesehatan. Sayangya kadang seseorang tidak sadar kalau dirinya adalah penindas. Pengetahuan mengenai ekonomi publik kerakyatan sangatlah penting karena pengetahuan itu bisa menilai secara obyektif ada tidaknya penindasan. Dalam hal teori ekonomi makro biososioekonomi menawarkan pengetahuan yang obyektif. Kebebasan atau kemerdekaan berusaha/berbisnis dijamin oleh biososioekonomi, namun biososioekonomi tidak mentolerir rekening T publik yang pincang dimana liabilitas publik jauh lebih tinggi dari asetnya sebagai akibat kepemilikan pribadi yang tidak dikoreksi dengan derma, pajak, dan daur ulang kekayaan individu. Namun demikian biososioekonomi juga tidak setuju dengan penghapusan hak milik pribadi seperti dalam komunisme. Apabila jumlah aset publik sama dengan liabilitasnya atau dengan kata lain jumlah aset publik sama dengan jumlah aset individu itu sudah cukup memberi rasa merdeka bagi semuanya. Hal ini obyektif dan win-win solution.

Namun demikian dalam perjalanannya biososioekonomi sendiri yang notabene menawarkan win-win solution masih sering ditindas dan ditenggelamkan terutama oleh media konvensional (baik cetak atau tv) dan oleh cendekiawan penakut atau cendekiawan tidak jujur atau oleh mafia Berkeley.

Kalau biososioekonomi mengharuskan kekayaan pribadi diredistribusikan tanpa mengenal batas-batas negara maka teori politik seharusnya mengikuti pengetahuan itu demi memenuhi hajat hidup orang banyak. Penindasan terjadi kalau teori politik ngotot dan bersikap kaku bahwa kekayaan pribadi hanya boleh didistribusikan di dalam negara sendiri. Ekonom seharusnya membebaskan diri dari teori politik klasik seperti itu, tanpa itu ekonom bisa menjadi sebab tertindasnya orang lain.

Selain pengetahuan, pengalaman postif juga memperkaya kita tentang kemerdekaan bersama. Pengalaman saya menunjukkan bahwa kita merdeka bersama media alternatif seperti blog, media jejaring sosial dan micro blog. Sampai saat ini saya merasa tidak merdeka berhadapan dengan media konvensioanal. Fakta menunjukkan bahwa blog memang memberi akses yang paling luas terhadap biososioekonomi.

Juga tidak kalah menarik adalah pengalaman pribadi saya bahwa saya (mataram) merdeka bersama NKRI. Dalam pengalaman saya NKRI bukan penindas dan memang seharusnya tercatat bahwa NKRI bukan penindas Mataram. Suatu hal yang harus dimengerti dan diketahui. Bahwa memang ada pejabat pemerintah RI yang tidak baik seharusnya bisa diganti tanpa harus mendirikan negara atau kerajaan baru. Pengalaman ini memperkaya kemerdekaan bersama.

Selain itu yang tidak kalah penting adalah bahwa meskipun kesejahteraan umum terkait dengan rencana TUHAN namun kesejahteraan umum adalah suatu unit kerja tersendiri yang otonom di bawah TUHAN tetapi tidak di bawah unit kerja lain yang sebenarnya lebih tepat disebut divisi keagamaan/kerohanian. Divisi keagamaan dan divisi kesejahteraan umum sama-sama di bawah TUHAN, tidak boleh saling mensubordinasi. Hal ini akan memberikan kemerdekaan bersama.

Kita dalam kapasitas dan jabatan kita masing-masing harus menilai diri kita berdasarkan pengetahuan yang obyektif, apakah kita menindas orang lain atau tidak. Kemerdekaan yang kita bangun adalah kemerdekaan bersama yang win-win solution. Masih adanya penindasan bukan berarti saya menyetujui perjuangan dengan kekerasan. Kita merdeka bersama biosoioekonomi, bersama media alternatif, bersama NKRI dan merdeka di bawah TUHAN.

Tak lupa saya ucapkan:"Dirgahayu Indonesiaku, negri dan bangsaku yang kita sayangi" Semoga semakin sejahtera bagi semuanya. Merdeka!!

Kamis, 11 Agustus 2011

Krisis Global. Jangan Menyerah pada Pemilik Modal Apalagi yang Termasuk Kategori Triple Six

Harian Kompas 5 Agustus, melalui rubrik Fokus memuat tulisan mengenai hutang AS dan kemungkinan dampaknya bagi perekonomian global. Dalam tulisan itu dilaporkan bahwa akhirnya kongres AS sepakat menaikkan hutang Amerika Serikat sebesar 1,2 triliun dollar AS di atas pagu lama 14,3 triliun dollar AS. Kesepakatan itu juga menuntut pengurangan pengeluaran pemerintah sebesar 2,4 triliun dollar AS dalam 10 tahun ke depan. Kesepakatan itu memang menghindarkan AS untuk sementara dari status default atau gagal bayar namun tidak akan membuat perkenomian AS sehat dan membaik. Sebagai informasi empat tahun lagi rasio hutang AS akan menjadi 108% PDB dari 93% di tahun 2011.

Tuntutan pengurangan pengeluaran pemerintah itu adalah tuntutan Tea Party suatu kelompok radikal di Partai Republik. Sementara itu Partai Republik sendiri memang cenderung anti pajak. Bagi kita yang memahami teori ekonomi makro biososioekonomi kita bisa menilai bahwa cara AS mengatasi masalah hutang dan perekonomiannya tidaklah tepat. Peningkatan hutang akan berdampak buruk di masa depan, sementara pemotongan pengeluaran pemerintah akan berdampak pada lesunya perekonomian.

Ekonom AS sendiri mengkritik cara AS mengatasi krisis hutang dan masalah perekomiannya. Joseph Stiglitz mengingatkan bahwa pajak adalah sumber penerimaan Pemerintah AS tanpa harus berkutat melulu pada peran hutang. Data yang diperlihatkan Stiglitz menunjukkan bahwa dalam 10 tahun terakhir warga terkaya AS mengalami peningkatan pendapatan 18%. Dalam bagian terakhir rulisan di halaman 45 Kompas tersebut di atas, Simon Saragih menulis: "Pembahasan yang mencuat soal utang AS adalah potensi dampak negatif dari gejolak kurs dollar AS, pasar uang, dan pasar modal. Disimpulkan, volatilitas ekonomi global akan muncul, lambat atau cepat"

Kasus AS adalah contoh bagaimana kepentingan publik dikalahkan pemilik modal. Bagi kita yang memahami teori ekonomi makro biososioekonomi, kita mengetahui bahwa penerimaan publik berasal dari tiga sumber yaitu pajak, derma, dan daur ulang kekayaan pribadi. Ketika penerimaan pajak berkurang, hutang akan bertambah. Persoalannya memang di dalam kehidupan bersama (publik) masih ada orang-orang yang anti pajak. Dalam kasus AS orang-orang yang anti pajak itu masuk dalam partai dan mempengaruhi kebijakan pemerintah.

Pesan mendasar yang ingin saya sampaikan di postingan ini adalah bahwa kita yang bekerja di ladang TUHAN (di divisi kesejahteraan umum) baik di ranah civil society maupun di ranah negara (state) baik di dalam negeri maupun di luar negri, tidak boleh menyerah pada pemilik modal apalagi yang termasuk kategori triple six. Teori ekonomi makro biososioekonomi menjadi pedoman bagi kita untuk meningkatkan pendapatan publik yang pada gilirannya akan membuat aset publik setara dengan liabilitasnya.

"Janganlah takut, hai kamu kawanan kecil! Karena Bapamu telah berkenan memberikan kamu Kerajaan itu. Juallah segala milikmu dan berikanlah sedekah! Buatlah bagimu pundi-pundi yang tidak dapat menjadi tua, suatu harta di sorga yang tidak akan habis, yang tidak dapat didekati pencuri dan yang tidak dirusakkan ngengat." (Lukas 12:32-33). TUHAN tidak akan mempercayakan ladang-Nya kepada orang-orang yang kalah yang berprinsip bahwa derma 1 atau 10% saja sudah cukup. Kita hidup di abad Masehi bukan di jaman Abraham.

TUHAN akan menyempurnakan usaha kita yang kita tekuni melalui jalan damai.

Artikel Terkait
Kepemimpinan Opini di Divisi Kesejahteraan Umum
Mencoba Memenuhi Panggilan
Prinsip-prinsip Biososioekonomi untuk Pejabat Pemerintah (1)
Surat Terbuka untuk Presiden Obama (dan Amerika)
Fundamental Makro dan Krisis Ekonomi
Krisis Ekonomi: Ketika Sistem Tidak Mampu Membayar
Catatan atas Fenomena Obama: Pergantian Presiden Saja Tidak Cukup

Kamis, 04 Agustus 2011

Selamat Menjalankan Ibadah Puasa


Saya pribadi mengucapkan selamat menjalankan ibadah puasa bagi yang menjalankannya. Semoga TUHAN memberkati kita semua.